Data alokasi frekuensi yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia
melalui Depatemen Perhubungan Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi tentang
perencanaan kanal (channelling Plan) frekuensi radio FM , disebutkan pada
lampiran IV Keputusan Mentri perhubungan nomor : KM 15 TAHUN 2003, tanggal 1
April 2003 sebanyak 4310 kanal frekuensi FM .
Sumber: KM 15 TAHUN 2003, tanggal 1 April 2003
Kondisi lembaga penyiaran
radio di Indonesia saat ini, yang eksisting : Jumlah Pemohon 2.765, Izin yang
sudah disetujui 1.152 Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), IPP Penyesuaian
625, IPP tetap (termasuk AM ke FM) 78,
IPP Prinsip 449, IPP ditolak 124, proses seleksi 124 dan pending 324. Saat ini
ketersediaan kanal frekuensi di beberapa wilayah khsususnya
di Ibukota Provinsi dan kota-kota
besar lainnya sudah padat, mengacu
pada Rencana Induk (Master plan) frekuensi radio siaran
FM dan Televisi Siaran. Wilayah layanan siaran yang sudah padat sesuai surat Dirjen Postel No.610/P/ DJPT.4/KOMINFO/04/2010, meliputi: Radio (18 Ibu kota Provinsi dan 111 kab/ kota), Televisi (20
Ibu kota Provinsi dan 76 kab/ kota). Sehingga untuk wilayah yang padat tersebut tidak dimungkinkan lagi
(tertutup) untuk pendirian radio dan televisi baru. Mengingat jumlah industri radio yang sudah ada dan dibutuhkannya
pengaturan alokasi spektrum serta terbatasnya alokasi spektrum untuk
keberlangsungan industri radio, maka dibutuhkan solusi dalam mengatasi hal ini.
(Sari, 2011:159)
Sumber: Sari, Diana, 2011, Jurnal
Penelitian Pos Dan Informatika
Fenomena yang
tejadi dari jumlah lembaga penyiaran radio tersebut diatas, diprediksikan akan terjadi persaingan
yang sangat tinggi pada industri radio ini. Dalam hal ini akan muncul bentuk persaingan diberbagai aspek bisnis media
tidak saja persaingan langsung, seperti lembaga penyiaran radio bersaing dengan lembaga penyiaran radio lain,
namun lebih dari itu lembaga penyiaran radio juga bersaing dengan media lain seperti televisi, surat
kabar, tabloid, majalah, Internet, dan Film. Sedangkan persaingan tidak
langsung adalah melalui kreatif produk dari masing-masing media untuk bersaing menjual
waktu siar atau waktu tayang dan
pemperebutkan belanja iklan dari biaya promosi berbagai perusahaan atau
pemasang iklan. Kondisi persaingan yang terjadi di Indonesia, sebenarnya sudah
terjadi juga di negeri asal radio yaitu Amerika Serikat. Walaupun jumlah media
di Indonesia tumbuh, namun media penyiaran radio masih berpeluang memiliki
khalayak yang signifikan seiring dengan populasi khalayak media yang ada.
Sumber: Menkominfo, 2011
Source: Olah Data Oleh Harliantara Harley Prayudha @2013
Dengan populasi
sebesar 237.512.000 penduduk bagi media merupakan peluang yang perlu
dimaksimalkan untuk kepentingan bisnis media, Media radio saat ini berada pada
urutan ke empat setelah televisi, internet, dan surat kabar. Terjadi persaingan
media yang sangat tinggi untuk memperebutkan pasar atau segmentasi khalayak.
Sumber: Menkominfo, 2011
Situasi industri radio di Indonesia sudah sangat berubah
pada saat ini. Persaingan pada semua
segmen pendengar kini sudah terjadi. Pengelolaan bisnis radio sedemikian cepat
berubah, tidak terlepas dari proses era reformasi (1999) dan
perubahan regulasi dengan diterbitkannya
Undang - Undang No 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Undang - Undang No
36 Tentang Telekomunikasi, dan Peraturan KPI No 009 Tahun 2004
Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Perilaku Penyiaran dan
Standar Program Siaran. Jumlah lembaga
penyiaran radio semakin banyak sementara
hidupnya sebuah perusahaan radio swasta adalah dari jasa penyiaran
iklan. Oleh karena itu tidak mengherankan jika terjadi
persaingan yang sangat ketat. Belanja iklan nasional dari seluruh media memang
tumbuh (ADEX).
TAHUN
|
RADEX
|
ADEX
|
|
RP. M
|
%
|
Rp. M
|
|
1983
|
12
|
7,0
|
176
|
1984
|
14
|
7,8
|
180
|
1985
|
19
|
8,8
|
215
|
1986
|
23
|
10,2
|
226
|
1987
|
32
|
11,9
|
270
|
1988
|
38
|
12,1
|
314
|
1989
|
73
|
15,2
|
481
|
1990
|
105
|
16,4
|
639
|
1991
|
105
|
12,6
|
836
|
1992
|
100
|
9,7
|
1.027
|
1993
|
113
|
8,2
|
1.381
|
1994
|
139
|
6,1
|
2.286
|
1995
|
170
|
5,1
|
3.335
|
1996
|
189
|
4,6
|
4.140
|
1997
|
206
|
4,0
|
5.094
|
1998
|
136
|
3,6
|
3.757
|
1999
|
187
|
3,3
|
5.612
|
2000
|
257
|
3,3
|
7.889
|
2001
|
329
|
3,4
|
9.795
|
2002
|
413
|
3,1
|
13.297
|
2003
|
491
|
2,6
|
19.093
|
2004
|
612
|
2,4
|
25.230
|
2005
|
537
|
1,9
|
27.913
|
2006
|
527
|
1,6
|
32.294
|
2007
|
525
|
1,4
|
37.218
|
2008
|
584
|
1,3
|
44.894
|
2009
|
582
|
1,2
|
48.500
|
2010
|
630
|
1,3
|
81.900
|
2011
|
639
|
0,9
|
71.000
|
2012
|
828
|
0,9
|
92.000
|
2013
|
1017
|
0,9
|
113.000
|
Namun
pertumbuhan ADEX tidak sejalan dengan
belajan iklan di Radio (RADEX)
khususnya 8 tahun terakhir prosentase untuk radio terus menurun dan berujung sejak 2011 hingga 2013 kondisi stagnan .Data ini menyebutkan bahwa pada
tahun 2005 belanja iklan nasional
sebesar 27.913 Milyar Rupiah dari keseluruhan media (ADEX), lembaga penyiaran
radio swasta (RADEX) hanya mendapat 537 Milyar
(1,9 %), tahun 2006 ketika ADEX hanya 32.294 Milyar rupiah, Radex hanya 527 Milyar rupiah (1,6 %), tahun 2007 ADEX 37.218 Milyar rupiah, Radex turun menjadi 525 Milyar rupiah (1,4 %), begitu juga di tahun 2008 ketika ADEX
mencapai 44.894 Milyar rupiah, Radio hanya kebagian 584 Milyar rupiah (1,3 %),
tahun 2009 juga begitu saat ADEX 48.500 Milyar Rupiah RADEX hanya 582 Milyar
rupiah atau sekitar 1,2 %, tahun 2010 ADEX 81.900 Milyar rupiah, Radex menjadi 630 Milyar rupiah (1,3 %), begitu juga di tahun 2011 ketika ADEX
mencapai 71.000 Milyar rupiah, Radio hanya kebagian 639 Milyar rupiah (0,9 %),
tahun 2012 juga begitu saat ADEX 92.000 Milyar Rupiah RADEX hanya 828 Milyar
rupiah atau sekitar 0,9 %, tahun 2013 juga begitu ketika ADEX mencapai 113.000 Milyar Rupiah RADEX hanya 1017 Milyar
rupiah atau sekitar 0,9 %,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar