Senin, 05 Agustus 2013

Kondisi & Kinerja Industri Penyiaran Radio Swasta Indonesia

Data alokasi frekuensi yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Depatemen Perhubungan Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi tentang perencanaan kanal (channelling Plan) frekuensi radio FM , disebutkan pada lampiran IV Keputusan Mentri perhubungan nomor : KM 15 TAHUN 2003, tanggal 1 April 2003 sebanyak 4310 kanal frekuensi FM .


Sumber:  KM 15 TAHUN 2003, tanggal 1 April 2003
Kondisi lembaga penyiaran radio di Indonesia saat ini, yang eksisting : Jumlah Pemohon 2.765, Izin yang sudah disetujui 1.152 Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), IPP Penyesuaian 625, IPP tetap  (termasuk AM ke FM) 78, IPP Prinsip 449, IPP ditolak 124, proses seleksi 124 dan pending 324. Saat ini ketersediaan kanal frekuensi di beberapa wilayah  khsususnya  di  Ibukota Provinsi dan kota-kota besar lainnya sudah padat, mengacu   pada   Rencana   Induk (Master plan) frekuensi radio siaran FM dan Televisi Siaran. Wilayah layanan siaran yang sudah padat sesuai surat Dirjen Postel No.610/P/ DJPT.4/KOMINFO/04/2010, meliputi: Radio (18 Ibu kota Provinsi dan 111 kab/ kota), Televisi (20 Ibu kota Provinsi dan 76 kab/ kota). Sehingga untuk wilayah yang padat tersebut tidak dimungkinkan lagi (tertutup) untuk pendirian radio dan televisi baru. Mengingat jumlah industri radio yang sudah ada dan dibutuhkannya pengaturan alokasi spektrum serta terbatasnya alokasi spektrum untuk keberlangsungan industri radio, maka dibutuhkan solusi dalam mengatasi hal ini. (Sari, 2011:159)      
Sumber:  Sari, Diana, 2011, Jurnal Penelitian Pos Dan Informatika
Fenomena yang tejadi dari jumlah lembaga penyiaran radio tersebut  diatas, diprediksikan akan terjadi persaingan yang sangat tinggi pada industri radio ini. Dalam hal ini akan muncul bentuk  persaingan diberbagai aspek bisnis media tidak saja persaingan langsung, seperti lembaga penyiaran radio  bersaing dengan lembaga penyiaran radio lain, namun lebih dari itu lembaga penyiaran radio juga bersaing  dengan media lain seperti televisi, surat kabar, tabloid, majalah, Internet, dan Film. Sedangkan persaingan tidak langsung adalah melalui kreatif produk dari masing-masing media untuk bersaing menjual waktu siar atau waktu tayang dan  pemperebutkan belanja iklan dari biaya promosi berbagai perusahaan atau pemasang iklan. Kondisi persaingan yang terjadi di Indonesia, sebenarnya sudah terjadi juga di negeri asal radio yaitu Amerika Serikat. Walaupun jumlah media di Indonesia tumbuh, namun media penyiaran radio masih berpeluang memiliki khalayak yang signifikan seiring dengan populasi khalayak media yang ada. 
Sumber:  Menkominfo, 2011
Dengan populasi sebesar 237.512.000 penduduk bagi media merupakan peluang yang perlu dimaksimalkan untuk kepentingan bisnis media, Media radio saat ini berada pada urutan ke empat setelah televisi, internet, dan surat kabar. Terjadi persaingan media yang sangat tinggi untuk memperebutkan pasar atau segmentasi khalayak.
Sumber:  Menkominfo, 2011
Situasi industri radio di Indonesia sudah sangat berubah pada saat ini.  Persaingan pada semua segmen pendengar kini sudah terjadi. Pengelolaan bisnis radio sedemikian cepat berubah, tidak terlepas dari proses era reformasi (1999) dan perubahan regulasi  dengan diterbitkannya Undang - Undang  No 32  Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Undang - Undang   No   36   Tentang   Telekomunikasi, dan  Peraturan KPI No 009  Tahun 2004  Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran.  Jumlah lembaga penyiaran radio semakin banyak sementara  hidupnya sebuah perusahaan radio swasta adalah dari jasa penyiaran iklan. Oleh karena itu tidak mengherankan jika terjadi persaingan yang sangat ketat. Belanja iklan nasional dari seluruh media memang tumbuh (ADEX).


TAHUN
RADEX
ADEX
RP. M
%
Rp. M
1983
12
7,0
176
1984
14
7,8
180
1985
19
8,8
215
1986
23
10,2
226
1987
32
11,9
270
1988
38
12,1
314
1989
73
15,2
481
1990
105
16,4
639
1991
105
12,6
836
1992
100
9,7
1.027
1993
113
8,2
1.381
1994
139
6,1
2.286
1995
170
5,1
3.335
1996
189
4,6
4.140
1997
206
4,0
5.094
1998
136
3,6
3.757
1999
187
3,3
5.612
2000
257
3,3
7.889
2001
329
3,4
9.795
2002
413
3,1
13.297
2003
491
2,6
19.093
2004
612
2,4
25.230
2005
537
1,9
27.913
2006
527
1,6
32.294
2007
525
1,4
37.218
2008
584
1,3
44.894
2009
582
1,2
48.500
2010
630
1,3
81.900
2011
639
0,9
71.000
2012
828
0,9
92.000
2013
1017
0,9
113.000
Source:  Olah Data Oleh Harliantara Harley Prayudha @2013


Namun pertumbuhan ADEX tidak sejalan dengan  belajan iklan di Radio (RADEX)  khususnya 8 tahun terakhir prosentase untuk radio terus menurun dan berujung sejak 2011 hingga 2013 kondisi stagnan .Data ini menyebutkan bahwa pada tahun  2005 belanja iklan nasional sebesar 27.913 Milyar Rupiah dari keseluruhan media (ADEX), lembaga penyiaran radio swasta (RADEX) hanya  mendapat 537 Milyar (1,9 %), tahun 2006 ketika ADEX hanya 32.294 Milyar rupiah, Radex hanya  527 Milyar rupiah (1,6 %),  tahun 2007 ADEX 37.218  Milyar rupiah, Radex turun menjadi  525 Milyar rupiah (1,4 %),  begitu juga di tahun 2008 ketika ADEX mencapai 44.894 Milyar rupiah, Radio hanya kebagian 584 Milyar rupiah (1,3 %), tahun 2009 juga begitu saat ADEX 48.500 Milyar Rupiah RADEX hanya 582 Milyar rupiah atau sekitar 1,2 %, tahun 2010 ADEX 81.900  Milyar rupiah, Radex menjadi  630 Milyar rupiah (1,3 %),  begitu juga di tahun 2011 ketika ADEX mencapai 71.000 Milyar rupiah, Radio hanya kebagian 639 Milyar rupiah (0,9 %), tahun 2012 juga begitu saat ADEX 92.000 Milyar Rupiah RADEX hanya 828 Milyar rupiah atau sekitar 0,9 %, tahun 2013 juga begitu ketika ADEX mencapai  113.000 Milyar Rupiah RADEX hanya 1017 Milyar rupiah atau sekitar 0,9 %,


OZZER Radio OZ Bandung (era 80-an)